Acara TV Polisi: Daya Tarik Realita Penegakan Hukum
Acara realita TV polisi lokal sering menghiasi layar kaca Australia di musim panas. Dokumenter “tersembunyi” ini mengikuti formula tertentu, merangkum beberapa kisah menjadi episode berdurasi satu jam. Popularitas acara ini menimbulkan pertanyaan tentang daya tarik dan dampaknya terhadap persepsi publik tentang penegakan hukum.
Mengapa acara ini begitu menarik? Bagi banyak orang dari kalangan kelas pekerja, hubungan dengan polisi cukup kompleks. Seringkali, anggota keluarga bertugas di kepolisian, namun pengalaman pribadi mungkin mencakup pelecehan atau diskriminasi. Hal ini menciptakan perspektif yang bertentangan, menumbuhkan rasa hormat dan ketidakpercayaan secara bersamaan.
Aktivis sayap kiri kelas menengah sering mengkritik polisi sebagai instrumen kekerasan negara. Meskipun mengakui adanya kebrutalan polisi dan masalah sistemik, penting untuk diingat bahwa petugas polisi adalah individu, seringkali dari latar belakang kelas pekerja, dengan motivasi dan keyakinan yang beragam. Realitasnya lebih bernuansa daripada penggambaran baik versus jahat yang sederhana.
Acara realita TV polisi menawarkan gambaran unik tentang kehidupan sehari-hari para pekerja. Tidak seperti drama polisi yang apik, acara ini menggambarkan aspek-aspek biasa dari kepolisian: pekerjaan administrasi, menunggu, dan pengejaran sesekali. Realisme inilah yang membedakannya dari penggambaran fiksi yang sering kali glamor.
Karakternya, baik petugas maupun masyarakat yang berinteraksi dengan mereka, sebagian besar adalah kelas pekerja. Representasi ini jarang terjadi di televisi Australia, menawarkan jendela ke dalam kehidupan dan pengalaman orang-orang biasa yang menavigasi tantangan sehari-hari. Penonton dapat “ikut serta”, merasakan realitas pekerjaan tersebut.
Acara ini menangkap keragaman dalam kepolisian, menampilkan petugas dari berbagai latar belakang budaya dan gender. Beberapa petugas menawan, yang lain kasar. Beberapa bugar, yang lain kurang bugar. Beberapa menawarkan wawasan, sementara yang lain diam-diam menjalankan tugas mereka. Beragam kepribadian ini menambah keaslian acara.
Apakah acara ini mendidik, menghibur, atau berfungsi sebagai hubungan masyarakat untuk polisi? Kriminolog Paul Mason berpendapat bahwa televisi memengaruhi pemahaman publik tentang penegakan hukum. Program-program ini berpotensi mendidik pemirsa tentang prosedur polisi, protokol, jargon, dan potensi hukuman atas kejahatan.
Penonton menyaksikan tes napas, pembacaan hak, dan frustrasi ketika terjadi kesalahan. Ini berbeda dengan drama tinggi acara polisi fiksi, yang menyoroti realitas pekerjaan polisi yang seringkali membosankan dan membuat frustrasi. Acara ini juga menyentuh isu-isu sosial seperti penyalahgunaan alkohol, kekerasan dalam rumah tangga, dan penyakit mental.
Format “ikut serta” memberikan hiburan voyeuristik, memungkinkan pemirsa untuk menyaksikan interaksi antara polisi dan publik, baik tersangka maupun mereka yang mencari bantuan. Sensasi tidak langsung dari berpartisipasi dalam penangkapan dan pengejaran menambah daya tarik.
Program-program ini tidak dapat disangkal berfungsi sebagai PR positif untuk penegakan hukum. Departemen kepolisian bekerja sama dengan produksi, dan kepala polisi sering kali mendukung acara tersebut. Meskipun menggambarkan kata-kata kasar atau pengekangan fisik sesekali, mereka menghindari penggambaran kebrutalan polisi, rasisme, seksisme, homofobia, penembakan, atau kematian dalam tahanan. Versi yang disanitasi ini bertentangan dengan laporan berita dan menyajikan citra pekerjaan polisi yang sehat, meskipun terkadang ceroboh.
Meskipun menyenangkan dan berpotensi mendidik, acara ini menyajikan pandangan positif selektif tentang penegakan hukum. Penting untuk mengakui kelalaian dan kompleksitas hubungan antara kelas pekerja dan polisi. Kesenjangan antara realitas dan representasi harus diakui.